PROGRAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN POKMAS MANDIRI

Program Pokmas Mandiri (PPM) adalah kegiatan Pemberdayaan Perempuan yang dimulai pada 12 Juni 1999. Program ini bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga, melalui upaya mendukung dan mendampingi perempuan miskin pengusaha-mikro perdesaan. Awalnya program ini diilhami oleh keberadaan Grameen Bank (GB) yang didirikan oleh Muhammad Yunus di Bangladesh dan Bangladesh Rural Advancement Committee (BRAC). GB, melalui Grameen Trust di masa awal juga memberikan dukungan pelatihan dan seed capital maupun scaling-up kepada Pokmas Mandiri. Program Pokmas Mandiri sejak April 2004 dikelola oleh KSU Pokmas Mandiri (KPM). PPM dikelola secara terintegrasi dengan Program Keluarga Sehat dan Program Keluarga Cerdas. 

Sebagai pintu masuk kegiatan terintegrasi maka Pokmas Mandiri mendukung dan mendampingi (terutama) perempuan sangat miskin atau miskin pengusaha-mikro perdesaan melalui kemudahan untuk mendapatkan akses permodalan berdasarkan 4 azas pokok:

1. Tidak membutuhkan jaminan maupun penjamin;
2. Tidak ada gugatan hukum, jika gagal bayar;
3. Tidak membebani ahli waris (sisa angsuran pinjaman diputihkan, jika meninggal dunia);
4. Tidak didatangi, tetapi mendatangi, dengan administrasi yang sangat sederhana.

Kumpulan dan Rembuk:

Pertemuan Rembuk 104/Nipah setiap
hari Kamis, pukul 11.00 di Desa Simpang
Empat, Kec. Simpang Empat, Asahan.

Setiap anggota Pokmas Mandiri (PM) bergabung di dalam sebuah kumpulan (4-7 orang), Anggota kumpulan saling mengenal dengan baik dan tinggal berdekatan. Beberapa kumpulan bersatu menjadi sebuah rembuk (maksimal 40 orang). Rembuk adalah pusat pertemuan mingguan (weekly meeting centre). Pertemuan rembuk diadakan sekali seminggu pada hari, jam dan tempat yang disepakati bersama oleh anggota rembuk. Staf PM yang disebut pendamping rembuk (PR) akan hadir pada pertemuan itu. 

Latihan Wajib Kumpulan dan Uji Pengesahan Kumpulan

Sebelum menjadi anggota, setiap calon anggota harus mengikuti Latihan Wajib Kumpulan (LWK). LWK dilaksanakan selama 3 hari, masing-masing 1 jam difasilitasi oleh PR. Materi LWK adalah tentang sistem Pokmas mandiri, hak dan kewajiban anggota serta kegiatan terintegrasi. LWK diakhiri dengan Uji Pengesahan Kumpulan (UPK) yang dilakukan oleh PR senior atau Manajer Cabang. UPK dilakukan untuk memastikan setiap anggota memahami sistem, hak dan kewajiban dan kegiatan terintegrasi.

Survei, Sosialisasi dan Uji Kelayakan

dua buah buku yang mengilhami
berdirinya Pokmas Mandiri

Untuk mengetahui suatu lokasi potensial dan penduduknya layak untuk menjadi anggota, dilakukan survei. Mereka-mereka yang berminat dikumpulkan pada waktu yang disepakati untuk sosialisasi. Pada saat sosialisasi PR akan menjelaskan secara umum tujuan kegiatan Pokmas Mandiri. Bagi yang berminat akan dilanjutkan dengan Uji Kelayakan (UK) memakai Formulir Indeks Rumah Cepat (IRC) untuk memastikan yang ia benar-benar orang sangat miskin atau miskin. IRC memberikan gambaran skors yang diperoleh dan memberikan keputusan bahwa ia dapat menjadi anggota jika telah mengikuti LWK dan lulus UPK.

Liputan tentang Peng(usaha)-Mikro

Warung Tumbuh

(Ibu Elisawati, Desa Banjar, Kec. Air Joman, Kab. Asahan, Rembuk Pandan).

Bermula dari jajanan anak-anak. Lama-kelamaan berkembang menjadi warung kecil berisi lebih banyak dagangan. Sekarang, malah jenisnya sudah bertambah lagi dengan sayur-mayur dan ikan.

Hanya dengan Rp750.000, Elisa Wati Saragih memberanikan diri memulai usaha jajanan anak-anak. Niatnya, sekedar mengisi waktu luang yang selalu terbuang percuma. Sambil duduk-duduk, dapat uang, "kan lumayan," katanya penuh semangat.

Tidak ada kios atau lapak khusus yang dibangun sebagai tempat usaha. Semua masih serba darurat, memanfaatkan apa yang ada. Jajanan anak-anak disusun di sebuah ruang depan, hampir menyatu dengan ruang tamu, persis dekat pintu. "Maklumlah, uangnya gak cukup kalau harus buat kios."

Ibu Elisawati (kanan)

Bersamaan dengan berjalannya usaha Elisa, Pokmas Mandiri masuk ke Dusun II Desa Banjar, Kecamatan  Air Joman, tempat ia bermukim. Perempuan berusia 33 ini bergabung sebagai anggota, lalu mengajukan pinjaman senilai Rp500.000. Semua pinjaman dijadikan untuk tambahan modal. Dari sini, jenis jajanan yang dijual menjadi semakin banyak. Usahanya pun, berkembang cepat.

Selama menjalankan usaha, dia bermimpi suatu hari nanti warungnya bisa menjadi lebih besar. Setidaknya, setiap kebutuhan yang dicari pelanggan, sudah tersedia di rak-rak stok. Dia ingin coba-coba merambah ke sayur dan ikan. Lalu, memiki steling untuk barang-barang kelontong. Lalu, mengubah warung menjadi sebuah grosir sembako. Tetapi, baginya, cita-cita itu masih jauh. Soalnya, untuk mengatasi hujan saja dengan kondisi jual , dia harus tergesa-gesa menutupi barang dagangannya dengan selembar spanduk. "Duh, kalo hujan, repot."

Dari impian ini pula, Elisa terdorong menyisihkan keuntungan penjualan. Semua keuntungan tidak digunakan untuk  kepentingan apapun, kecuali buat menambah modal. Sedangkan untuk menutupi kebutuhan sehari-hari diambil dari gaji Awaluddin Sinaga, suami Elisa. Awaluddin sendiri bekerja sebagai seorang supir. 

Setahun kemudian, tepatnya pada 2007, Elisa sudah bisa membangun teras rumah. Dalam hitungannya, teras rumah ditambah rak-rak dinding yang terbuat dari kayu broti dan papan, menyerap uang lebih dari Rp3.000.000. Uang itu, berasal dari keutungan penjualan jajanan yang disimpan sendiri dan ada pula ditabung dalam bentuk jula-jula (arisan). Sedangkan kekurangannya ditutupi dari gaji suaminya.Usai membangun teras, barang dagangan di warungnya benar-benar semakin ramai. Jika selama ini pelanggan Elisa hanya anak-anak, setelah warung diperbesar pelanggan dewasa pun datang berbelanja. Terutama pelanggan perempuan karena Elisa menyediakan sayuran, ikan, serta bahan kebutuhan pokok lain.

Sejak itu pula, waktu bekerja sehari-hari otomatis bertambah. Soalnya, untuk membeli sayur dan ikan, Elisa harus berangkat ke pasar di pagi buta. Paling telat keluar rumah pukul 05.30. Sepulang dari pasar, barang-barang belanjaan langsung disusun di atas sebuah meja. Biasanya, pukul 07.00 ibu-ibu rumah tangga sudah memilih-milih bahan menu masakan untuk hari itu.

Sepanjang hari, hingga pukul 23.00 Elisa menjaga warungnya. Untuk mengurusi pekerjaan rumah tangga semisal memasak, dilakukan sambil-sambil melayani pembeli. Sedangkan mencuci dan setrika, diupahkan kepada orang lain. 

Untung Tipis Asal Laris

Dalam sehari, dia membelanjakan uangnya ke pasar senilai Rp400.000 hingga Rp500.000. Barang yang dijajakan, jarang-jarang yang habis total. Dia bilang, selalu saja ada sayuran yang bersisa. Meski begitu, usahanya tidak mengalami kerugian. Sebab, antara modal belanja dengan barang yang terjual tetap masih seimbang. Kuncinya, asalkan penjualan bisa lancar, barang sisa yang tak bisa dijual lagi keesokan harinya, bukan merupakan barang bernilai rugi.

Dia mengaku, keuntungan yang diperoleh dari modal belanja senilai Rp100.000 bisa menghasilkan minimal 10% atau Rp10.000. Itu berarti, jika perbelanjaan satu hari Rp500.000, dia bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp50.000 per hari.

Dulu, ketika berdagang jajanan anak-anak, perputaran uang berjalan lambat. Penjualan kotor per hari rata-rata di bawah Rp100.000. Sedangkan jadwal berbelanja tidak setiap hari. Bedanya dengan sayuran dan ikan, jajanan anak-anak bukan barang mudah busuk atau rusak. "Jadi, kalo gak laku juga gak ada masalah." Ada tiga kedai serupa di dusun itu. Untuk mempertahankan perputaran uang, dia selalu mencari cara agar pelanggan tetap datang lagi ke warungnya. Sebutlah semisal mematok harga setidaknya sama dibanding warung-warung lain. Bahkan, memberikan utangan pun baginya termasuk trik agar orang kembali membeli. Ketika pertama berjualan, tak sedikit pelanggan yang meminta kemurahan hatinya untuk memberi utangan. Risikonya, nilai uang yang semestinya berputar cepat, terpaksa tertanam di buku utang. Otomatis, Elisa butuh dana segar yang lebih besar. "Pinjaman dari Pokmas itulah yang dibuat untuk ganti modal," akunya.

Sekarang, syukurnya pembeli yang berutang sudah berkurang. Supaya pelanggan bisa lengket, "tak apalah kita kasi utangan," ujarnya. Toh, dengan trik seperti itu, pelanggan yang rata-rata tetangga sedusun, sampai hari ini masih menjadi pembeli setia.

Elisa berharap, suatu hari nanti impian mengubah warung menjadi sebuah grosir kecil bakal menjadi kenyataan. Dia bilang, untuk menjadi sebuah grosir, harus ada modal baru paling sedikit Rp10.000.000. Saat ini, pinjaman usaha ke Pokmas Mandiri berada di posisi ke tiga. Bila mengajukan pinjaman lebih besar ke Pokmas, "Saya tahu tidak akan diberi. Prosedurnya, kan hanya diberi pinjaman sampai Rp5.000.000," ujarnya. Andai saja prosedur pinjaman berubah...